Pemerintah Indonesia telah gencar dalam mengampanyekan perkembangan data geospasial. Aspek geospasial sudah dirasa penting dalam pengambilan keputusan. Keputusan dan kebijakan pemerintah yang mempertimbangkan aspek geospasial akan dapat diimplementasikan lebih efektif dan efisien.
Pada tahun 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000 telah ditetapkan adanya suatu peta dasar di wilayah Indonesia atau lebih dikenal dengan satu peta Indonesia. Kebijakan satu peta ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan informasi geospasial yang berdayaguna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, serta mendorong penggunaan IG dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam berbagai aspek kehidupan (BIG, 2018).
Kebijakan satu peta diharapkan mampu meningkatkan kerjasama dan komunikasi antar instansi maupun sumber data geospasial di Indonesia. Dengan peningkatan kerjasama dan komunikasi antar instansi, maka akan menurunkan tingkat duplikasi pekerjaan pemetaan yang ada di Indonesia. Dalam mewujudkan kebijakan satu peta, maka salah satu langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan menyamakan sistem referensi yang digunakan atau menyamakan datum yang digunakan. Di Indonesia, telah ditetapkan referensi yang digunakan dalam mendukung kebijakan satu peta adalah Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013.
Penyamaan sistem referensi data geospasial dari berbagai sumber dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan titik kontrol yang ada dalam SRGI 2013.
Referensi :
BIG.Sistem Referensi Geospasial Nasional. Diperoleh 19 Maret 2018. Dari http://srgi.big.go.id/srgi/