Gempabumi memiliki sifat berulang. Siklus perulangan ini sering disebut dengan earthquake cycle. Terdapat beberapa fase dalam satu siklus perulangan gempa, yaitu interseismic, pre-seismic, coseismic, dan post-seismic. Satu siklus gempabumi ini biasanya berlangsung selama kurun waktu 100 tahun (Sarsito, dkk., 2005).
Fase interseismic merupakan fase awal dari suatu siklus gempabumi. Pada fase ini, energi dari dalam bumi menggerakkan lempeng dan energi mulai terakumulasi di bagian batas antar lempeng dan patahan. Fase pre-seismic merupakan fase yang terjadi sesaat sebelum gempabumi terjadi (Sarsito, dkk., 2005).
Fase coseismic merupakan fase ketika gempa utama terjadi. Pada fase ini getaran pada bumi dirasakan paling kuat seiring terjadinya pelepasan energi secara tiba-tiba. Ketika fase coseismic terjadi, maka kerak bumi dapat terdeformasi secara permanen sampai orde meter. Fase post-seismic terjadi ketika sisa-sisa energi gempa terlepaskan dan kondisi kembali pada tahap kesetimbangan awal. Fase ini masih dapat menghasilkan deformasi secara permanen mencapai orde sub-meter (Sarsito, dkk., 2005).
Dalam satu earthquake cycle yaitu fase interseismic, pre-seismic, co-seismic, dan post-seismic. Ketika fase post-seismic berakhir dan kerak bumi kembali dalam kondisi kesetimbangan awal, maka satu siklus gempabumi telah berakhir dan fase interseismic baru dimulai kembali.
Referensi :
Sarsito, D.A., Andreas, Abidin, H.Z., Meilano, I., Darmawan, dan Gamal, 2005, “Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horisontal Displacement Gempa Aceh 2004 terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya”, Kelompok Keahlian Geodesi, Departemen Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.